PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA CEDERA GINJAL AKUT
Hani Susianti
Pokja Ginjal Hipertensi PDS PatKLIn
PENDAHULUAN
Tanggal
11 Maret diperingati sebagai hari ginjal
sedunia, dan tema untuk tahun 2021 adalah “Living
Well with Kidney Disease”, untuk mengingatkan tentang penyakit ginjal dan
pentingnya menjaga kesehatan ginjal. Salah satu kelainan ginjal yang sering terjadi, namun sulit untuk dideteksi
dengan cepat adalah cedera ginjal akut
atau acute kidney injury (AKI). Kejadian
cedera ginjal akut sekitar 15% pada pasien
rawat inap dan lebih dari 30% pada
pasien di ICU serta 45 -70% cedera ginjal akut dikaitkan
dengan keadaan sepsis. Cedera ginjal
akut tidak berdiri sendiri sebagai suatu penyakit, tetapi sering terjadi pada penyakit kardiovaskular, nefrotoksisitas, obstruksi
saluran kemih, sepsis dan apa pun yang dapat menyebabkan laju filtrasi
glomerulus (GFR) menurun dengan cepat. Menurut KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes) tahun 2012, cedera ginjal
akut adalah penurunan fungsi ginjal secara mendadak akibat kerusakan ginjal dalam
7 hari atau kurang, yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin dan
penurunan produksi urine (Wang dkk., 2018; Luft, 2021).
Cedera ginjal akut
merupakan kelainan ginjal yang
kompleks dan memiliki variasi gambaran
klinik yang luas, namun bila dikenali secara dini, diketahui penyebabnya dan
ditangani dengan tepat akan mencegah terjadinya progresivitas, karena 20 sampai 50% pasien cedera
ginjal akut akan menjadi penyakit ginjal kronik, gagal ginjal (5%) dan akhirnya
membutuhkan dialisis seumur hidup (Beker dkk., 2018). Pemeriksaan laboratorium
konvensional pada cedera ginjal
akut adalah kreatinin. Pemeriksaan kreatinin
memiliki beberapa kekurangan untuk menilai
cedera ginjal akut, sehingga sangat dibutuhkan biomarker baru. Saat ini terdapat banyak biomarker baru, namun yang dapat
diperiksa dengan menggunakan
autoanalayzer atau POCT (Point of Care
Test) masih belum banyak, diantaranya adalah NGAL, KIM I, Nephrocheck dan PenKid. Acute Disease Quality Initiative Consensus Conference tahun 2020
merekomendasikan penggunaan biomarker baru untuk cedera ginjal akut dan
melakukan penelitian lebih lanjut pada biomarker yang baru (Ostermann dkk., 2020). Berdasarkan hal
diatas, pemahaman yang baik tentang pemeriksaan laboratorium konvensional dan biomarker
baru pada cedera ginjal akut sangat dibutuhkan, supaya penatalaksanaan pasien dengan cedera ginjal
akut dapat dilakukan secara cepat dan
tepat.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM KONVENSIONAL
PADA CEDERA GINJAL AKUT
Penyebab cedera
ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi penyebab prerenal (hipoperfusi ginjal), penyebab
intrarenal (kerusakan jaringan ginjal)
dan pasca renal. Penyebab prerenal merupakan
penyebab yang paling sering
terjadi. Apabila kondisi ini tidak segera dikoreksi akan menyebabkan
kerusakan permanen dari ginjal. Kondisi yang dapat menyebabkan hal
tersebut misalnya kehilangan cairan
tubuh akibat diare yang berkepanjangan, perdarahan atau kehilangan banyak cairan pada penderita luka bakar yang luas,
atau pada pasien dengan kegagalan fungsi
jantung yang menyebabkan sirkulasi ke organ tidak tercapai. Penyebab
intrarenal sering diakibatkan karena nekrosis dari tubulus atau acute tubular necrosis. Penyebab pasca renal misalnya obstruksi saluran kemih. Tahapan cedera ginjal
akut dapat diawali dengan periode oliguri, diikuti dengan periode diueresis dan
periode penyembuhan (Makris dan Spanou, 2016).
Kriteria cedera
ginjal akut yang saat ini dipakai adalah
kriteria KDIGO (Kidney Disease Improving
Global Outcomes). Tahun 2012, KDIGO melakukan analisis retrospektif melalui
uji klinis pada cedera ginjal akut berdasarkan kriteria RIFLE dan AKIN. Berdasarkan
hasil tersebut KDIGO kemudian menetapkan
kriteria diagnostik dan klasifikasi untuk cedera ginjal akut, yang terdapat
pada Tabel 1 (Wang dkk., 2018).
Saat ini, pemeriksaan
laboratorium yang sering diminta untuk
menilai fungsi ginjal pada cedera
ginjal akut adalah ureum, kreatinin, cystatin
C dan urinalisis. Ureum adalah hasil
metabolik akhir dari protein atau asam amino dalam tubuh. Di ginjal, ureum
selain difiltrasi oleh
glomeruli juga direabsorbsi di
tubulus proksimal. Reabsorbsi ureum sangat dipengaruhi oleh
aliran filtrat dalam tubulus, semakin lambat aliran, maka semakin banyak ureum yang direabsorbsi. Kendala dalam pemeriksaan ureum untuk
menilai cedera
ginjal akut adalah kadar ureum dalam darah kurang stabil
dan sangat dipengaruhi oleh makanan dan pembentukannya di hati. Nilai ureum clearance lebih rendah dari nilai GFR (Glomerular Filtration Rate), sehingga ureum clearance tidak digunakan untuk menilai fungsi ginjal (Fischbach dan Dunning, 2014).
Kreatinin adalah
protein non nitrogen yang merupakan hasil metabolisme kreatin fosfat. Kreatin di otot dan otak akan mengalami fosforilasi menjadi kreatin fosfat, apabila diperlukan energi maka kreatin fosfat diurai menjadi ATP dan
kreatinin. Kreatinin di ginjal akan difiltrasi dan juga disekresi oleh tubulus. Nilai creatinine clearance ditentukan
dengan perhitungan menggunakan rumus
yaitu kadar kreatinin urine dikalikan
diuresis urine 24 jam, dikalikan faktor koreksi permukaan tubuh, kemudian dibagi kadar kreatinin darah. Adanya kendala dalam pengumpulan urine 24
jam, maka saat ini
digunakan beberapa rumus untuk
memperkirakan creatinine clearance. Salah satu rumus yang banyak
dipakai saat ini adalah rumus CKD-EPI. Ada beberapa kekurangan
penggunaan kreatinin sebagai parameter GFR dan cedera ginjal akut, misalnya pada pasien dengan gangguan ginjal ringan, maka
belum didapatkan perubahan bermakna dari kadar kreatinin darah. Deteksi gangguan fungsi ginjal dengan kadar kreatinin darah baru terlihat setelah terjadi penurunan GFR sekitar 50%. Korelasi antara peningkatan kadar kreatinin
darah dengan beratnya gagal ginjal kurang tepat pada gagal ginjal yang
berat akibat berkurangnya produksi kreatinin. Beberapa sumber
kesalahan dalam penetapan creatinine
clearance adalah
pengumpulan urine 24 jam yang
kurang tepat, kreatinin dalam urine dirombak oleh bakteri bila tidak diberi pengawet, pengaruh massa otot, serta latihan fisik yang berlebihan sebelum
pemeriksaan. Sekresi kreatinin oleh
tubulus juga menyebabkan nilai creatinine clearance lebih besar dari GFR yang sesungguhnya. Meskipun kreatinin memiliki beberapa kelemahan untuk mendeteksi cedera ginjal akut, namun
saat ini pemeriksaan kreatinin yang paling banyak dipakai, sehingga standarisasi pemeriksaan perlu dilakukan.
Pemeriksaan kreatinin harus menggunakan reagen kreatinin yang sudah
distandardisasi dengan metode IDMS (Isotopedi-Dilution
Mass Spectrometry) dan menggunakan kalibrator yang mengacu pada bahan
referensi berstandar internasional. Contoh metode yang direkomendasikan untuk
pengukuran kreatinin adalah photometric
compensated Jaffé dan metode enzimatik, serta menggunakan kalibrator
standar yaitu NIST SRM 967 (The National
Institute of Standards dan Technology Standard Reference Material) (Biljak dkk.,
2017).
Cystatin C adalah
proteinase cysteine dengan ukuran yang kecil (13,3kDa). Cystatin C diproduksi oleh sel berinti
dengan laju relatif tetap. Cystatin C dapat ditemukan di semua cairan tubuh, difiltrasi oleh
glomerulus dan direabsorbsi di tubuli, tetapi mengalami katabolisme hampir
lengkap di tubuli proksimal sehingga
tidak ada yang kembali ke darah. Hal ini menyebabkan kadar cystatin C dalam darah dapat dipakai untuk
menggambarkan GFR dan cedera ginjal akut. Cystatin C awalnya hanya
diukur di dalam darah, namun
akhir-akhir ini perhatian ditujukan pada pengukuran kadar cystatin C urine sebagai parameter kerusakan tubuli.
Nilai sensitivitas dan spesifisitas cystatin C serum untuk cedera ginjal akut
adalah 84% dan 82%. Cystatin C juga dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan dialisis dan kematian pada
pasien. Namun demikian kadar
cystatin C diduga dipengaruhi
oleh penggunaan terapi imunosupresif dan adanya keganasan. Harga cystatin C yang jauh lebih tinggi dari kreatinin
kemungkinan juga menjadi penghambat
penggunaannya pada cedera ginjal akut (Beker dkk., 2018; Luft, 2021).
Hasil
pemeriksaan urinalisis pada cedera
ginjal akut kemungkinan akan mendapatkan proteinuria, lekosituria, hematuria
dan kelainan sedimen, tergantung
penyebab cedera ginjal akut. Penelitian
Molnar dkk (2012) menyebutkan bahwa proteinuria yang terjadi pasca operasi jantung meningkatkan risiko terjadinya cedera
ginjal akut dengan nilai ROC 0,75. Peningkatan jumlah sel epitel tubulus pada
sedimen urine dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dari cedera ginjal akut adalah ATN (Acute
Tubular Necrosis) (Kanbay dkk., 2010).
PERKEMBANGAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM YANG BARU PADA
CEDERA GINJAL AKUT
Beberapa
biomarker berdasarkan lokasi terjadinya cedera ginjal akut nampak pada Tabel 2.
Beberapa biomarker tersebut akan dibahas berikut ini, terutama biomarker yang saat
ini sudah dapat dilakukan pemeriksaan secara otomatik ataupun menggunakan POCT
(Point of Care Test).
Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL) merupakan protein dengan berat
molekul 25 kDa, dan termasuk dalam
famili lipocalin. NGAL terutama disintesis oleh sel epitel tubulus proksimal,
juga ditemukan pada bagian loop of henle
dan collecting duct ginjal. NGAL mempunyai peran penting pada
regenerasi dan pertumbuhan sel setelah mengalami cedera ginjal. Dengan
ditemukannya NGAL pada sebagian besar bagian ginjal memungkinkan NGAL sebagai biomarker
kerusakan ginjal yang spesifik. Pengukuran NGAL urine (uNGAL) lebih
merefleksikan kerusakan ginjal lokal dan tidak invasif sehingga mengurangi
pengambilan sampel darah terus-menerus terutama pada pasien yang sakit kritis
dan anak-anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai uNGAL meningkat sebelum munculnya proteinuria patologis.
Kadar NGAL meningkat dalam urine dan
darah (serum) dalam waktu 2 jam sesudah cedera ginjal, dan ekspresi mRNA NGAL meningkat 1000 kali dalam waktu 24
sampai 48 jam, sehingga NGAL merupakan suatu biomarker dini, sensitif dan non-invasif untuk cedera ginjal akut. Kurva
ROC untuk NGAL urine dalam memprediksi cedera ginjal akut adalah 0,998 dan
untuk NGAL plasma adalah 0,91. Namun
demikian disebutkan bahwa kadar NGAL dipengaruhi oleh infeksi saluran kemih (Rubinstein
dkk., 2010; Wang dkk., 2018). Saat ini pemeriksaan NGAL dapat dilakukan
dengan autoanalyzer secara otomatik.
Kidney Injury
Molecule 1 (KIM-1)
merupakan biomarker untuk
menilai kerusakan tubulus. Kidney Injury Molecule 1 merupakan glikoprotein tipe 1 dari sel
membran, terekspresi ketika ada lesi pada
tubulus proksimal. KIM-1
meningkat pada keadaan iskemia ginjal ,
injuri ginjal toksik, penyakit ginjal polikistik dan karsinoma sel renal. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa KIM-1 lebih
sensitif dan spesifik dalam mendeteksi cedera ginjal akut setelah pembedahan cardiopulmonary bypass dan dianggap lebih bagus dari
aktifitas NAG urine. Kadar KIM-1 meningkat pada 40% pasien setelah 2 jam
mengalami cedera ginjal akut dan menjadi 100% setelah 24 jam terjadi cedera
ginjal akut. Kidney Injury Molecule 1 dilaporkan lebih spesifik untuk mendeteksi iskemia atau nefrotoksik pada cedera
ginjal akut dibanding NGAL. Namun demikian, NGAL dilaporkan lebih sensitif dalam menilai cedera ginjal akut dibanding KIM-1. Nilai kurva ROC untuk KIM-1
setelah 12 jam terjadinya cedera ginjal akut adalah 0,83. Hasil meta-analisis dari 11 uji klinis dengan total 2979
sampel untuk memprediksi cedera ginjal akut, menunjukkan KIM-1 memiliki
sensitivitas 74,0% (95% CI, 61,0-84,0%) dan spesifisitas 86,0% (95% CI,
74,0-93,0%) (Liangos dkk., 2007; Shao dkk.,
2014).
Tissue
inhibitor metalloproteinase-2
(TIMP-2) adalah protein non glycosylated
dengan berat molekul 21-kDa yang mengatur pertumbuhan sel dan apoptosis. Insulin-like
growth factor-binding protein 7 (IGFBP7) adalah suatu glikoprotein dengan
berat molekul 29-kDa. Pasien dengan cedera
ginjal akut akan mengekspresikan peningkatan TIMP-2 dan IGFBP7 pada sel tubular ginjal, yang memicu G1 cell
cycle arrest melalui induksi p27KIP1
dan p21G. Hal ini merupakan respon pada awal terjadinya cedera ginjal akut. Kombinasi
dari TIMP-2 dan IGFBP7 dikenal sebagai kit
Nephrochek yang memiliki kurva ROC 0,84 (95%
CI, 0,77-0,90) untuk mendeteksi cedera ginjal akut pada pasien sepsis. Saat ini telah tersedia
kit POCT untuk Nephrochek, dan sudah mendapat approved dari FDA, dengan waktu pemeriksaan 20 menit (Honore dkk.,
2016; Luft, 2021).
Proenkephalin (penKid) adalah biomarker untuk
menilai filtrasi ginjal. PenKid dinyatakan sebagai
biomarker cedera ginjal akut pada pasien sepsis dan
gagal jantung akut. Proenkephalin dikenal sebagai
opioid endogen, yang mempengaruhi fungsi ginjal. Gayat dkk. (2018) melaporkan
nilai ROC penKid adalah 0,908 (95% CI 0,868–0,44; p < 0,0001) untuk
memprediksi cedera ginjal akut.
Peningkatan kadar penKid sebagai prediksi kebutuhan akan hemodialisis pada
pasien cedera ginjal akut, memiliki nilai AUC sebesar 0,778 [95% CI 0,713-0,838] (Gayat dkk., 2018). Saat
ini sudah tersedia kit POCT untuk penKid.
SIMPULAN
Diagnosis cedera
ginjal akut masih menjadi masalah sampai saat ini. Pemeriksaan
laboratorium diharapkan memiliki peran besar untuk mendeteksi cedera ginjal
akut secara dini. Namun pemeriksaan kreatinin yang saat ini banyak dipakai pada
cedera ginjal akut, kadarnya baru
meningkat ketika ginjal kehilangan
setengah fungsinya sehingga dianggap lambat untuk mengetahui adanya cedera
ginjal akut. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan biomarker lain seperti cystatin
C, NGAL, KIM-1, Nephrocheck dan PenKid.
Biomarker tersebut cukup menjanjikan
untuk mendeteksi cedera ginjal akut secara dini, sehingga perlu dipahami
penggunaanya secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Beker BM, Corleto MG, Fieiras C. Musso CG. 2018. Novel Acute Kidney
Injury Biomarkers: Their Characteristics, Utility and Concerns. International Urology and Nephrology. 50:705–713.
Biljak VR,
Honovic L, Matica J, Kresic B and Simic
Vojak S. 2017. The Role of Laboratory Testing in Detection and Classification of Chronic Kidney Disease: National
Recommendations. Biochemia Medica. 27(1)
:153-176.
Fischbach FT, Dunning MB. 2014. A Manual of Laboratory and Diagnostic Test.9thed.
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.p.123-162.
Gayat E, Touchard C, Hollinger A, et al. 2018. Back-to-Back Comparison
of Penkid with Nephrocheck® to Predict Acute Kidney Injury at Admission in
Intensive Care Unit: A Brief Report. Critical
Care. 22:24-32
Honore PM, Nguyen HB, Gong M, et al. 2016. Urinary Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase-2 and Insulin-Like Growth Factor-Binding Protein 7 for Risk
Stratification of Acute Kidney Injury in Patients with Sepsis. Critical Care Medicine. 44(10):1851–1860.
Liangos O, Perianayagam MC, Vaidya VS.
2007. Urinary N-Acetyl-?-(D)-Gucosaminidase Activity and Kidney Injury Molecule-1 Level
Are Associated with Adverse Outcomes in Acute Renal Failure. J. Am Soc Nephrol . 18 : 904-912.
Luft FC. 2021. Biomarkers
and Predicting Acute Kidney Injury. Acta Physiol. 231:e13479.
Makris K and Spanou L. 2016. Acute Kidney Injury: Definition,
Pathophysiology and Clinical Phenotypes. Clin
Biochem Rev. 37 (2) : 85-97
Molnar
AO, Parikh
CR, Sint K, Coca
SG, Koyner J, Patel
UD, Butrymowicz I, Shlipak
M, Garg . 2012. Association of Postoperative Proteinuria with AKI
after Cardiac
Surgery among Patients at High Risk. Clin J Am Soc Nephrol. 7: 1749–1760
Ostermann M, Zarbock A,
Goldstein S, Kashani K, Macedo E, Murugan R, et al. 2020. Recommendations on Acute Kidney Injury Biomarkers From the
Acute Disease Quality Initiative Consensus Conference.
A Consensus Statement. JAMA Network Open.3(10):e2019209.
Rubinstein T, Pitashny M, Levine
B, Schwartz N, Schwartzman J, Weinstein E, Regiosa J, Lu T,
Isenberg D, Rahman A, Putterman
C. 2010. Urinary Neutrophil
Gelatinase-Associated Lipocalin as A
Novel Biomarker for Disease Activity in Lupus Nephritis. Rheumatology.
9: 1-12.
Shao X, Tian L, Xu W,et al. 2014. Diagnostic Value of Urinary Kidney
Injury Molecule 1 for Acute Kidney Injury: A Meta-Analysis. PLoS ONE. 9:1. Article ID e84131.
Wang K, Xie S, Xiao K, et al. 2018. Biomarkers of Sepsis-Induced Acute
Kidney Injury. BioMed Research
International. Article ID 6937947, https://doi.org/10.1155/2018/6937947
Kanbay M, Kasapoglu B, Perazella
MA. 2010. Acute Tubular Necrosis and Pre-Renal Acute Kidney Injury: Utility of Urine Microscopy in Their
Evaluation- A Systematic Review. International
Urology and Nephrology. 42: 425–433